1. Pengertian Perguruan Tinggi
Menurut UU No. 20 tahun 2003 pasal 19 ayat 1 :
“yang dimaksud perguruan tinggi adalah merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma,
sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi ”.
Selain itu perguruan tinggi juga mempunyai pengertian pendidikan pada
jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah di jalur
pendidikan sekolah. Perguruan Tinggi di sini adalah tingkatan
universitas yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan
pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu
tertentu (H. Basir Barthos,1992:25).
2. Tugas Perguruan Tinggi
Menurut Cony R. Semiawan (1998:12) secara umum tugas penyelenggaraan
pendidikan tinggi saat ini bertambah berat karena paradigma baru seperti
akuntabilitas, kualitas pendidikan, otonomi dan evaluasi diri
pendidikan tinggi dipersyaratkan oleh masa depan yang menuntut
aktualisasi keunggulan kemampuan manusia secara optimal, yang sementara
ini masih “tersembunyi” dalam diri (hidden excellence in personhood).
Prinsip-prinsip sebagaimana tersebut di atas dihadang oleh berbagai
masalah krusial dalam strategi pengembangannya. Peradaban baru yang
dijanjikan oleh abad baru ke 21 menuntut perguruan tinggi untuk mampu
menciptakan lulusan perguruan tinggi untuk berkinerja, sehingga dapat
bertahan (survive) dan berkembang mencapai aktualisasi keunggulan secara
optimal. Namun pada dasarnya strategi dalam mencapai cita-cita tersebut
banyak ditentukan oleh visi dan kebijaksanaan (policy) pengambil
keputusan dalam proses pengembangan pendidikan tinggi di perguruan
tinggi bersangkutan (pimpinan perguruan tinggi).
Secara khusus tugas perguruan tinggi dapat kita lihat dalam PP No. 30
tahun 1990 tentang Perguruan Tinggi. Dalam ketentuan umum, Pasal 1 ayat
2 :
“Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi”.
Selanjutnya dalam mukadimah Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 603/O/2001 dinyatakan tugas perguruan tinggi adalah :
“…… berperan aktif dalam perbaikan dan pengembangan kualitas kehidupan
dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, dan pengembangan
pengertian dan kerjasama internasional untuk mencapai kedamaian dunia
dan kesejahteraan lahir batin umat manusia berkelanjutan…”.
Di situ dijelaskan bahwa selain diberi tugas untuk menyelenggarakan
pendidikan tinggi, perguruan tinggi juga mengemban tugas pengembangan
dan peningkatan sumber daya manusia, pengembangan kerjasama
internasional, kedamaian dunia dan kesejahteraan lahir batin umat
manusia.
3. Fungsi Perguruan Tinggi
Selanjutnya menurut Conny R. Semiawan (1998:33) pendidikan tinggi antara
lain berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik menjadi manusia yang
memiliki perilaku, nilai dan norma sesuai sistem yang berlaku sehingga
mewujudkan totalitas manusia yang utuh dan mandiri sesuai tata cara
hidup bangsa. Dalam penelitian ini, peneliti ingin menyoroti wewenang
para pengambil kebijakan di perguruan tinggi yang berkaitan langsung
dalam kewenangannya menentukan kebijakan kerjasama luar negeri disatuan
pendidikan perguruan tinggi untuk menguji sejauh mana peran pengambil
kebijakan di Perguruan Tinggi dalam upaya peningkatan kerjasama luar
negeri. Mengenai kewenangan penentuan kebijakan ini, PP No.30 tahun 1990
Bab I Pasal 1 ayat 8 tentang ketentuan umum mengatur sebagai berikut :
“Perangkat kewenangan tertinggi dalam penentuan kebijakan adalah
pimpinan perguruan tinggi sebagaimana ditetapkan di perguruan tinggi
masing-masing”.
Para pimpinan perguruan tinggi dengan wewenangnya bertugas untuk
mengembangkan perguruan tinggi-nya ke luar dan ke dalam berdasarkan
pedoman tertentu yang disebut statuta, yang termaktub dalam Bab I Pasal 1
ayat 7 tentang aturan umum perguruan tinggi yang berbunyi:
“Statuta adalah suatu pedoman dasar penyelenggaraan kegiatan yang
dipakai sebagai acuan untuk merencanakan, mengembangkan program dan
penyelenggaraan kegiatan fungsional sesuai dengan tujuan perguruan
tinggi yang bersangkutan, berisi dasar yang dipakai sebagai rujukan
pengembangan peraturan umum, peraturan akademik dan prosedur operasional
yang berlaku di perguruan tinggi yang bersangkutan”.
Statuta tersebutlah yang menjadi pedoman dan barometer keberhasilan dan
kemajuan pengembangan perguruan tinggi dari salah satu upaya ke arah
pengembangannya melalui kerjasama luar negeri. Hal ini bukan tidak
berdasarkan alasan yang jelas melainkan sudah dirasakan menjadi
keperluan mendesak. Sebagaimana Asosiasi Perguruan Tinggi Agama Islam
(APTAIS) mengemukakan bahwa pembukaan kerjasama luar negeri adalah
langkah strategis meningkatkan kualitas PTAIS (Swara Dipertais, No.14
Th.II, 31 Agustus 2004).
0 komentar:
Posting Komentar